OPEN PIT - Surface Mining
Page 1
Beberapa ahli tambang telah melakukan klasifikasi metoda penambangan terbuka dan bawah tanah antara lain : Peele (1941), Young (1946), Lewis dan Clark (1964). Dasar dari pembagian metoda ini adalah beberapa kombinasi subyektif dari spasial, geologi dan faktor geoteknik. Sedangkan beberapa skema saat ini dikenalkan lebih kuantitatif atau memiliki pendekatan sistem tetapi menggunakan dasar pendekatan yang sama seperti Peele adalah Morrison dan Russel (1973), Boshkov dan Wright (1973), Thomas (1978), Nicholas (1981) dan Hamrin (1982). Secara garis besar, metode penambangan dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Tambang terbuka (surface mining)
2. Tambang dalam / bawah tanah (underground mining)
3. Tambang bawah air (underwater mining / marine mine)
1. Tambang Terbuka
Tambang terbuka adalah metoda penambangan yang segala aktivitas penambangannya dilakukan diatas atau relatif dekat dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara bebas. Tambang bawah tanah adalah metoda penambangan yang segala kegiatan atau aktivitasnya dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung berhubungan dengan udara luar. Tambang bawah air adalah metoda penambangan yang kegiatan penggaliannya dilakukan di bawah permukaan air atau endapan mineral berharganya terletak dibawah permukaan air. Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta diaplikasikannya berbagai cara baru dalam usaha mengambil bahan galian, saat ini yang diperlukan suatu klasifikasi metoda penambangan yang mempunyai ciri (Hart man, 1987) :
1. Umum (dapat diaplikasikan pada tambang terbuka atau bawah tanah, untuk semua komoditi tambang, batubara atau non batubara).
2. Meliputi metoda yang sedang berjalan dan metoda baru (novel) yang sedang dikembangkan tetapi belum dapat dibuktikan secara keseluruhan.
3. Mengenali perbedaan kelas metoda yang besar dan biaya relatif. Kategori yang digunakan oleh Hartman adalah :
- dapat diterima (acceptance) : tradisional atau baru
- lokal untuk tambang terbuka (atau tambang bawah tanah)
- kelas dan sub kelas
- metoda
PERSIAPAN TAMBANG TERBUKA
Persiapan tambang adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyingkap endapan mineral untuk siap ditambang. Proses yang termasuk disini adalah semua tahapan yang diperlukan untuk suatu tambang menuju ke penjadwalan produksi yang lengkap, antara lain perencanaan, perancangan, konstruksi dan lain-lain. Persiapan tambang mengikuti pada umumnya studi kelayakan pada tahap I dan II yang dikembangkan sejauh mungkin dan informasi yang lebih baik tersedia selama tahapan beruntut dari proyek.
Dari titik pandang fisik di pembukaan tambang, sifat utama persiapan adalah melengkapi jalan menuju ke endapan bijih yang memungkinkan para pekerja, peralatan, power, supplier, air dan udara dapat melaluinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan persiapan tambang antara lain :
Persiapan tambang adalah pekerjaan yang dilakukan untuk menyingkap endapan mineral untuk siap ditambang. Proses yang termasuk disini adalah semua tahapan yang diperlukan untuk suatu tambang menuju ke penjadwalan produksi yang lengkap, antara lain perencanaan, perancangan, konstruksi dan lain-lain. Persiapan tambang mengikuti pada umumnya studi kelayakan pada tahap I dan II yang dikembangkan sejauh mungkin dan informasi yang lebih baik tersedia selama tahapan beruntut dari proyek.
Dari titik pandang fisik di pembukaan tambang, sifat utama persiapan adalah melengkapi jalan menuju ke endapan bijih yang memungkinkan para pekerja, peralatan, power, supplier, air dan udara dapat melaluinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan persiapan tambang antara lain :
1. Faktor lokasi dan iklim
2. Faktor Geologi dan Alamiah
a. Tanah dan topografi.
b. Relasi spasial (ukuran, bentuk, attitude dan lain-lain) dari badan bijih termasuk kedalaman.
c. Konsiderasi geologi, mineralogi, petrografi, struktur, genesa badan bijih, gradien temperatur batuan, kehadiran air clan lain-lain.
d. Sifat mekanika batuan: kekuatan, modulus elastik, kekerasan, abrasiveness, dan lain-lain.
e. Sifat-sifat kimia dan metalurgi (akibat penyimpanan, proses dan lain-lain ),
3. Faktor Sosial - Ekonomi - Politik - Lingkungan Sangat tergantung pada faktor luar. Faktor-faktor ini antara lain :
a. Demografi clan keterampilan penduduk setempat.
b. Finansial dan pemasaran.
c. Kestabilan politik setempat .
d. Peraturan polusi.
e. Bantuan pemerintahan yang lain.
KEMANTAPAN (STABILITAS) LERENG
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
• Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
Geometri Jenjang (Bench Dimension)
Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada jenjang seperti terlihat di bawah ini. Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :
o Sasaran produksi harian dan tahunan
o Ukuran alat mekanis yang digunakan
o Sesuai dengan ultimate pit slope
o Sesuai dengan kriteria slope stability
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh: (1) alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut), (2) kondisi geologi, (3) sifat fisik batuan, (4) selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, (5) laju produksi dan (6) iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit; lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertimbangkan aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
• Hasil kerja manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
Geometri Jenjang (Bench Dimension)
Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada jenjang seperti terlihat di bawah ini. Dalam penentuan gometri jenjang, beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :
o Sasaran produksi harian dan tahunan
o Ukuran alat mekanis yang digunakan
o Sesuai dengan ultimate pit slope
o Sesuai dengan kriteria slope stability
Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh: (1) alat-alat berat yang dipakai (terutama alat gali dan angkut), (2) kondisi geologi, (3) sifat fisik batuan, (4) selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, (5) laju produksi dan (6) iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit; lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertimbangkan aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.
SISTEM PENYALIRAN TAMBANG
Secara garis besar, sistem penyaliran (sering pula disebut : pengawairan) dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
- Sistem Penyaliran Langsung (Konvensional)
- Sistem Penyaliran Tak Langsung (Inkonvensional)
- Sistem Penyaliran Langsung (Konvensional)
- Sistem Penyaliran Tak Langsung (Inkonvensional)
1. SISTEM PENYALIRAN LANGSUNG (KONVENSIONAL)
Adalah sistem penyaliran dengan cara mengeluarkan (memompa) air yang sudah masuk ke dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi dua lagi, menjadi :
- Penyaliran dengan terowongan (tunnel) atau terowongan buntu (adit)
Adalah sistem penyaliran dengan cara mengeluarkan (memompa) air yang sudah masuk ke dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi dua lagi, menjadi :
- Penyaliran dengan terowongan (tunnel) atau terowongan buntu (adit)
Cara penyaliran ini hanya bisa diterapkan pada tambang yang terletak di daerah pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang masuk ke dalam tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang melalui terowongan keluar tambang.
- Penyaliran dengan sumuran (sump)
Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air yang masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran yang biasanya dibuat di dasar tambang dan dari sumuran tersebut air dipompa keluar tambang.
2. SISTEM PENYALIRAN TAK LANGSUNG (INKONVENSIONAL)
Adalah sistem penyaliran dengan cara mencegah masuknya air ke dalam tambang. Adapun cara yang dapat dilakukan pada preventive drainage system ini adalah dengan membuat beberapa lubang bor di bagian luar daerah penambangan atau di jenjang-jenjang, kemudian dari lubang-lubang tersebut air dipompa keluar tambang. Penyaliran tak langsung ini dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, antara lain :
- Siemens methods
Kedalam lubang bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air mudah masuk kedalam pipa. Kerugian cara ini adalah banyak pipa yang digunakan dan kedalaman lubang bor harus melebihi tinggi bench. Jadi biaya akan lebih besar karena disamping biaya pipa juga biaya pemboran.
- Siemens methods
Kedalam lubang bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air mudah masuk kedalam pipa. Kerugian cara ini adalah banyak pipa yang digunakan dan kedalaman lubang bor harus melebihi tinggi bench. Jadi biaya akan lebih besar karena disamping biaya pipa juga biaya pemboran.
- Small pipe with vacuum pump
Lubang bor dibuat dengan diameter 6 – 8 inch, lubang tidak diberi casing, tetapi dimasukkan dengan pipa berdiameter 2 – 2,5 inch. Pasir dimasukkan sebagai saringan sehingga yang masuk adalah material yang larut dalam air. Melalui small pipe ini lubang bor dibuat vakum dengan menggunakan pompa.
- Deep well pump method
Digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas tendah dan bench yang tinggi. Lubang bor dibuat dengan diameter 6 inch, kemudian dipasang casing. Pompa dimasukkan ke dalam lubang bor (submercible pump) yang digerakkan dengan listrik. Pompa ini ada yang otomatis, jika tercelup ke dalam air, maka mesin pompa akan hidup dengan sendirinya.
Digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas tendah dan bench yang tinggi. Lubang bor dibuat dengan diameter 6 inch, kemudian dipasang casing. Pompa dimasukkan ke dalam lubang bor (submercible pump) yang digerakkan dengan listrik. Pompa ini ada yang otomatis, jika tercelup ke dalam air, maka mesin pompa akan hidup dengan sendirinya.
- Electro osmosis method
Merupakan cara terbaru dan biasanya digunakan pada daerah yang mempunyai permeabilitas sangat kecil. Lubang bor dibuat dengan diameter 3 – 5 inch dan 1 – 3 inch, kemudian masukkan casing pipe. Prinsip yang digunakan adalah prinsip elektrolisa. H+ akan mengalir menuju katoda sehingga terjadi netralisasli H+ dengan OH- dan membentuk H2O (air). Kemudian air yang telah terkumpul ini dipompa keluar, dimana sebelumnya tidak terdapat air.
Merupakan cara terbaru dan biasanya digunakan pada daerah yang mempunyai permeabilitas sangat kecil. Lubang bor dibuat dengan diameter 3 – 5 inch dan 1 – 3 inch, kemudian masukkan casing pipe. Prinsip yang digunakan adalah prinsip elektrolisa. H+ akan mengalir menuju katoda sehingga terjadi netralisasli H+ dengan OH- dan membentuk H2O (air). Kemudian air yang telah terkumpul ini dipompa keluar, dimana sebelumnya tidak terdapat air.
next Page 2
Label: Surface Mining, tambang
0 Comments:
Posting Komentar